Sabtu, 19 Januari 2008

Antisipasi Kenaikan Harga Pupuk---

Penggunaan Pupuk Organik mesti Digalakkan

KENAIKAN berbagai harga tampaknya makin sulit dikendalikan belakangan ini. Bahkan, harga sarana produksi pertanian (saprodi) juga ikut naik yang membuat petani makin berat. Sebab, akibat kenaikan harga saprodi yang tak diikuti dengan harga produksi seperti gabah, maka petani jelas akan merugi dalam menjalankan usaha taninya. Lantas apa yang bisa dilakukan petani agar bisa tetap hidup dari bertani yang menjadi mata pokok pencariannya sehari-hari?

Ketika distribusi pupuk masih dilakukan koperasi (KUD), kegiatan usaha tani terbilang cukup memberi harapan. Bahkan, petani nampak antusias mengelola lahan mereka meski luasnya sangat terbatas. Kini ketika pupuk tak lagi disalurkan koperasi, petani mulai merasakan begitu sulitnya mendapatkan pupuk. ''Belum lagi harganya yang terus membubung naik,'' jelas sejumlah petani.

Naiknya harga pupuk kimia membuat petani menjerit. Sebab, kenaikan itu belum diikuti kenaikan harga jual produk mereka. Ketua Umum Dekopin Adi Sasono saat berbicara di depan jajaran pengurus koperasi se-Bali, Senin (22/5) kemarin mengatakan kenaikan harga-harga memang sulit dihindari, termasuk makin mahalnya pupuk. Namun, menurutnya, petani maupun pengusaha yang bergerak di sektor pertanian tak mesti terlalu tergantung dengan harga pupuk atau pupuk yang disubsidi. Sebab, kalau saja kegiatan di sektor pertanian bisa dikelola secara cermat dengan teknologi yang tepat, produk yang dihasilkan akan cukup menguntungkan. Ke depan, tambahnya, penggunaan pupuk organik untuk menghasilan produk organik dinilai memiliki prospek cerah. ''Bali memiliki peluang besar untuk menghasilkan produk organik ini,'' tambahnya.

Selain didukung petani yang andal dan kondisi alam yang baik, sebagai daerah pariwisata, produk pertanian organik sangat dibutuhkan. Bahkan, Adi Sasono memuji petani Bali yang bukan saja dinilainya ulet dan terampil juga kreatif dan bisa dipercaya. Ini menjadi kekuatan yang bisa dipertaruhkan dalam melakukan kegiatan bisnis. ''Jadi dengan apa yang dimiliki petani Bali, tak perlu cemas soal modal,'' tambahnya.

Koperasi, tambahnya, merupakan salah satu perangkat yang bisa membantu berbagai kegiatan petani yang menjadi anggotanya. ''Kita siap membantu dalam berbagai kegiatan,'' jelas Adi Sasono. Ia mengingatkan agar petani tak terlalu bergantung pada pupuk yang disubsidi. Dengan pengembangan pertanian organik selain hemat biaya juga bisa menghasilkan produk dengan nilai jual tinggi. Harga produk pertanian organik bisa berlipat ganda dibandingkan produk nonorganik.

Pakar pertanian Dr. Kartini dalam sebuah pelatihan di sentra pertanian Plaga, Petang mengatakan, penggunaan pupuk organik bukan saja memperkecil ketergantungan akan pupuk kimia, juga memberi efek ganda pada perbaikan kualitas tanah selain produk pertanian yang dihasilkan.

Sejumlah pengurus KUD yang selama ini bergerak di sektor pertanian mengakui belakangan ini harga pupuk naik cukup tinggi, sehingga makin menambah biaya produksi. Drs. Mardanta, salah seorang manajer KUD di Gianyar, mengatakan selain harga pupuk yang cukup memberatkan, petani juga tak mudah mendapatkannya. ''Pupuknya cukup tersedia, tetapi penyaluran pupuk harus dilengkapi RDKK,'' jelasnya.

RDKK (Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok) ini yang harus dibawa petani baru bisa mendapatkan pupuk. Namun, persoalan mendasar sebenarnya bukan soal RDKK itu. Mardanta maupun Ketua Dekopinwil Bali yang juga manajer Puskud Bali Dwipa yang selama ini bergerak dalam distribusi saprodi pertanian Sugawa Korry, S.E., M.M. mengatakan kunci dari kegiatan usaha tani adalah harga jual produk petani.

Bagi kedua tokoh koperasi tersebut, bisa saja pemerintah menaikkan pupuk, namun hal itu juga harus dibarengi dengan kompensasi harga produk seperti gabah yang dihasilkan. Pemerintah, tambah Sugawa Korry, juga mesti mengikutinya dengan kebijakan yang menguntungkan petani seperti membatasi impor beras murah. ''Tak ada artinya menaikkan harga gabah kalau impor bebas terjadi,'' tambahnya.

Perbaikan distribusi pupuk juga harus dilakukan secara baik sehingga harga di tingkat petani tak sampai jauh di atas HET. Selama ini masih terjadi adanya distributor yang juga bertindak sebagai pengecer. Dikatakan, tanah pertanian Bali masih cukup potensial untuk menghasilkan aneka produk yang memiliki nilai ekonomi tinggi. Namun, pemerintah juga mesti ikut membantu petani.

* alit sumertha

Tidak ada komentar: