Minggu, 20 Januari 2008

Pupuk KCL Langka di Pasaran

  • Ribuan Petani Bawang Bingung

BREBES - Setelah didera persoalan pupuk palsu, kini ratusan petani bawang merah di wilayah Brebes mengalami kesulitan memperoleh pupuk jenis Kalium Clorida (KCL).

Pupuk tersebut menghilang di pasaran sejak awal Mei lalu. Padahal, pupuk yang merupakan produk impor itu sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman yang baru memasuki usia 15 hari.

Menurut keterangan Purnomo, agen penjual pupuk Mitra Tani di Desa Klampok, Kecamatan Wanasari, pihaknya sudah lama tidak menerima stok pupuk jenis KCL dari distributor resmi. Biasanya, dalam kondisi normal pihaknya mampu menyediakan pupuk KCL 60 ton. "Memang banyak petani yang bertanya tentang pupuk tersebut. Sekarang petani sedang benar-benar membutuhkan untuk pertumbuhan tanaman," katanya ketika ditemui di ruang kerjanya, kemarin.

Dia mengemukakan, kalaupun ada, persediaan KCL itu tinggal sedikit dan harganya melambung tinggi. "Yang perlu dicermati, pupuk KCL yang saya jual ini resmi tidak palsu seperti yang dikabarkan selama ini. Harga pupuk itu sekarang mencapai Rp 2.600/kg dari harga semula Rp 1.400/kg. Itu toh kalau barangnya ada. Padahal sejak dua bulan terakhir ini barangnya sudah langka," paparnya.

Selaku penjual pupuk terbesar di Kecamatan Wanasari, Purnomo telah berupaya mencari keterangan dari distributor resmi Pusri. Dia memperoleh jawaban, pupuk KCL itu langka karena impor dari Kanada dan Jerman terhenti. "Ya, mau bagaimana lagi. Saya ingin memberikan layanan yang terbaik kepada petani. Namun bagaimana lagi, kenyataannya benar-benar langka."

Tidak Optimal

Kelangkaan pupuk KCL di pasaran itu benar-benar membuat petani bawang resah. Karno (40), seorang petani warga Kelurahan Brebes mengaku khawatir kelangkaan pupuk tersebut akan berpengaruh terhadap tanaman yang baru berusia 15 hari. Dia merasa cemas, sebab jika kelangkaan pupuk KCL itu terus berlangsung lama akan berpengaruh pada kesuburan tanaman. "Biasanya kalau kurang pupuk KCL tanaman itu kecil-kecil dan pertumbuhannya tidak optimal. Apalagi sekarang hama ulat gerayak juga sedang mengganas," keluhnya.

Ketika ditanya pupuk apa yang digunakan untuk pengganti KCL, dia yang dibenarkan petani lain mengaku terpaksa menggunakan pupuk lain seperti ZA. Kendati demikian, dia mengakui pupuk ZA itu sebenarnya tidak digunakan untuk pertumbuhan tanaman, namun hanya kesuburan tanah. "Kami bingung. Ya, daripada tidak dikasih pupuk sama sekali," tukasnya.

Secara terpisah, Distributor Pusri Eks Karesidenan Pekalongan, Daswir, ketika dihubungi Suara Merdeka membenarkan adanya kelangkaan pupuk KCL tersebut. Dia mengatakan, kelangkaan pupuk itu disebabkan oleh impor pupuk dari negara luar sedang stagnan. "Kami sudah mengusahakan agar ada suplai pupuk, namun mengalami kesulitan karena tidak ada stok dari negara luar," katanya.

Dia belum bisa memastikan kapan kelangkaan pupuk KCL itu akan teratasi. (G12-74n).sumber : suara merdeka 3/7/04

Penyaluran Pupuk SP 36 Bersubsidi
di Sumsel Tak Terealisasi

Palembang, Sinar Harapan
Banyaknya kendala dalam pendistribusian dan pengiriman pupuk SP 36 produksi PT Petrokimia Gresik di Sumsel menyebabkan target penyaluran pupuk bersubsidi di daerah ini tak terealisasi. Menteri Pertanian sebelumnya menargetkan penyaluran pupuk SP 36 bersubsidi di Sumsel sebanyak 22.000 ton.
Namun ternyata, selama tahun 2004 lalu pihak Petrokimia Gresik hanya mampu menyalurkan sekitar 12.000 ton. Tak tersalurnya pupuk bersubsidi yang dijual dengan harga Rp 1.400/kg ini, terutama di empat kabupaten/kota yang letaknya jauh dari kota Palembang. Yakni Lahat, Lubuklinggau, Musirawas (Mura) dan Pagaralam.
Kepala Cabang Distribusi Pupuk Petrokimia Sumsel dan Bangka-Belitung, Anang Agus R, kepada wartawan, Selasa (25/1), mengemukakan bahwa banyak hal yang membuat target pendistribusian pupuk bersubsidi tidak terealisasi.
“Terutama empat daerah, yang ongkos kirim pupuk lebih dari Rp 100/kg, target pendsitribusian tidak tercapai. Kalaupun dipaksakan, penjualan di tingkat distribustor/agen akan di atas harga eceran tertinggi (HET),”ujarnya.
Selain itu, selama ini banyak terjadi pungutan liar di gudang penyimpanan milik Banda Graha Reksha (BGR). “Kita telah berusaha meminimalkan biaya yang dikeluarkan untuk pihak-pihak tertentu,” tambahnya. Selama ini, memang penyimpan pupuk SP 36 milik PT Petrokimia dipercayakan di gudang BGR.
Faktor lainnya, menurut Anang, pengangkutan pupuk dari Gresik ke Palembang tidak bisa dengan kapal besar. Itupun, perusahaan harus menyewa khusus dengan biaya pulang–pergi. Kapal padahal digunakan hanya untuk mengangkut pupuk.
“Kita juga sulit mencari kapal yang bisa melayari Sungai Musi. Soalnya, kapal bertonase 4.000 ton yang bisa masuk perairan Musi yang lambungnya bulat. Kalau lambungnya lancip tidak bisa masuk. Karenanya, kita bersyukur kalau di Palembang ada Pelabuhan Samudra,”tambahnya.
Untuk antisipasi ke depan, terutama di tahun 2005, agar target yang ditetapkan Menteri Pertanian terealisasi, pupuk SP 36 bersubsidi untuk empat kabupaten/kota dimaksud akan dimasukkan lewat Bengkulu, apalagi ongkos angkut dari Bengkulu ke daerah ini hanya Rp 60/kg.
“Dengan demikian, pupuk bersubsidi dijamin bisa didapatkan petani dengan harga eceran tertinggi (HET),” tuturnya.
Kalau kondisi yang sama masih tetap terjadi di tahun 2005, dikhawatirkan penyaluran pupuk bersubsidi juga tidak akan terealisasi padahal pasca banjir di mana ribuan hektare sawah mengalami puso tentu petani akan banyak membutuhkan pupuk.
Sebelumnya, salah satu lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang peduli terhadap persoalan pertanian mempersoalkan masih banyaknya pupuk bersubsidi yang tidak terdistribusi ke petani. “Kita minta pihak pertakit mengusut kasus ini sehingga petani tidak dirugikan,” kata Sarjono, Koordinator LSM tersebut. (sir)

Sabtu, 19 Januari 2008

Pupuk Urea Menghilang di Karang Joang


Tags:Buntut Terungkapnya Penyelewengan Manajer Pemasaran PKT
BALIKPAPAN-Beban yang harus ditanggung petani di Jl Soekarno Hatta Karang Joang kini semakin berat saja. Bukan hanya soal langkanya air tapi juga pupuk. Bagaimana tidak, lebih dari seminggu pasokan pupuk urea bersubsidi merek Mandau dari Pupuk Kalimantan Timur (PKT) Bontang terhenti. Yang ada kini, hanyalah pupuk kiloan seharga Rp1.050 per kilo gram. Kios Saprodi (KUD) Budi Rahayu TPK VI Km 5 contohnya.

Menurut pengelolanya, Budi, sejak kejadian itu dia sering mendapat keluhan dari para petani yang kebingungan mencari pupuk urea. "Ini gara-gara ada penyelewengan di gudang itu (Kariangau, Red.). Sudah untungnya tipis, sekarang barangnya ndak ada. Bingung kita sekarang," katanya kesal. Padahal tanggung jawab yang diembannya cukup berat, KUD yang dikelolanya sejak 5 tahun lalu itu, tiap harinya harus memasok pupuk ke belasan kelompok tani. Memang tak seluruhnya mendapat stok dari KUD-nya. Tapi bayangkan saja bila per kelompoknya beranggotakan 10 hingga 15 petani.

Berapa ratus atau bahkan ribuan petani yang dibuat kesal dengan kondisi ini. Menaikkan harga pupuk di atas harga jual Rp52.500 per karung, menurut Budi sangat tak mungkin dan bakal mendapat sanksi berat dari PKT bila ketahuan. Hal yang sama dikemukakan seorang petani bernama Rajuni. Menurutnya, sejak adanya kelangkaan pupuk urea sekitar sebulan lalu, dia kebingungan mencari ke mana lagi. Dengan luas lahan mencapai 1 hektare, tak mungkin bagi dia membeli eceran. Apalagi pupuk untuk jagung yang kebutuhannya 2 kali selama masa tanam 80 hari. Akibatnya, jagung yang ditanamnya saat ini ukurannya lebih kecil dari biasanya. Belum lagi kebutuhan pupuk urea bagi tanaman lain seperti labu, singkong, rambutan dan sebagainya. "Mau beli tapi kalau nggak ada pupuknya gimana. Harga pupuknya naik, harga jagungnya tetap," ucapnya pasrah.

Sementara itu penyidikan 5 tersangka yang diduga menyelewengkan pupuk bersubsidi PKT Bontang yakni Sukadi, Zaim, Suhantoro, Firman, dan Marwan mulai mengerucut. Informasi yang didapat media ini menyebutkan, penyidik Polresta Balikpapan tengah mengejar seorang tersangka lain ke Jawa. Sayangnya, Kapolresta Balikpapan AKBP Drs Hadi Purnomo menolak untuk dikonfirmasi dengan alasan pihaknya tengah berkonsentrasi pada tahapan baru penyidikan yang tak bisa diekspos ke media. Informasi lain, lewat pengacaranya M Saleh SH, Firman dan Marwan mengikuti jejak ketiga temannya -- yang kemungkinan dijerat UU Korupsi karena diduga menyelewengkan 1.871 ton pupuk urea atau merugikan keuangan negara Rp855 juta -- mengajukan penangguhan/ pengalihan ke Kapolresta.(pra)

Original Link http://www.kaltimpost.web.id/berita/index.asp?Berita=Hukum&id=126976

BERITA
SAPRODI: PERLU SOSIALISASI PENGGUNAAN PUPUK MAJEMUK
Kompas (03/07/2006, 09:41:58)

Palembang, Kompas - Penggunaan pupuk kimia seperti urea, SP36, dan KCL secara bertahap perlu dialihkan ke pupuk majemuk yang telah mengandung unsur nitrogen, fosfor, dan kalium. Pemakaian pupuk majemuk dapat mengatasi kelangkaan pasokan dan mahalnya harga pupuk di tingkat petani.

Kepala Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Sumatera Selatan Trisbani Arief mengemukakan itu di sela-sela pencanangan gerakan peremajaan karet rakyat di Desa Sri Gunung, Kecamatan Sungai Lilin, Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan, Jumat (30/6).

Trisbani mengatakan, Menteri Pertanian Anton Apriyantono yang hadir dalam pencanangan itu meminta agar pemakaian pupuk majemuk atau dikenal dengan pupuk NPK (ponska) mulai disosialisasikan sebagai salah satu solusi menghadapi kekurangan dan mahalnya harga pupuk di tingkat petani.

Selama ini, sebagian besar petani memakai tiga macam pupuk, yaitu urea, KCL, dan SP-36 untuk memenuhi kebutuhan nitrogen, fosfor, dan kalium di lahan mereka. Karena pasokan terbatas dan harga tak terjangkau, pupuk-pupuk itu sering tak terbeli.

Di Sumsel, misalnya, terjadi kekurangan pasokan pupuk urea bersubsidi. Kuota pupuk urea bersubsidi tahun 2006 sebanyak 136.000 ton, sedangkan kebutuhan pupuk urea berdasarkan estimasi Dinas Pertanian Sumsel mencapai 160.000 ton.

Untuk mengatasi kekurangan pupuk, petani dapat beralih ke pemanfaatan pupuk majemuk yang dijual melalui koperasi petani. Seperti pupuk urea, sebagian pupuk ponska disubsidi pemerintah menjadi Rp 1.750 per kg. Adapun untuk nonsubsidi dijual Rp 2.200-Rp 2.600 per kg. "Pemanfaatan pupuk ponska dapat menggantikan pupuk urea, KCL, dan SP-36," kata Trisbani.

Karena jumlahnya masih terbatas, distribusi pupuk ponska saat ini masih ditangani PT Pertani selaku distributor pupuk. Di Sumsel, kuota pupuk ponska bersubsidi tahun ini 3.000 ton, dari usulan penyediaan 25.000 ton.

"Jika permintaan meningkat, permintaan pupuk ponska bersubsidi akan ditingkatkan," kata Trisbani. (lkt)
Petani Indramayu Jangan Panik
Pupuk Kujang Turunkan Harga Penjualan Urea

INDRAMAYU, (PR).-
PT Pupuk Kujang menurunkan harga pupuk urea dalam penjualan dari tingkat produsen ke distributor. Harga pupuk urea yang sebelumnya Rp 970.000,00 per ton, terhitung 4 November 2004 diturunkan menjadi Rp 955.000,00 per ton. Kebijakan tersebut agar harga eceran tertinggi (HET) pupuk urea bisa bertahan di tingkat Rp 1.050.000,00 per ton atau Rp 1.050,00 per kg di kios pengecer resmi.

Dengan ketentuan itu, penjualan dari produsen ke distributor menjadi Rp 955.000,00 per ton perangko gudang lini III. Sementara penjualan dari distributor ke kios pengecer lini IV Rp 1.020.000,00 per ton di lokasi kios. Sementara, penjualan dari kios ke petani tetap Rp 1.050.000,00 per ton atau Rp 1.050,00 per kg.

"Dengan telah diturunkannya harga dari tingkat produsen ke distributor, diharapkan harga beli petani dapat sesuai HET yakni Rp 1.050,00 per kg. Hanya syaratnya, petani harus membeli secara tunai dalam kemasan kantong 50 kg dan pembelian dilakukan di pengecer resmi kios," ujar Kepala Divisi Pemasaran PT Pupuk Kujang - Cikampek, Hilman Taufik, Minggu (28/11) kepada wartawan.

Menurut Hilman, distribusi pupuk sesuai SK Menperindag No. 356/tahun 2004, mata rantainya adalah produsen melaksanakan penjualan pupuk ke gudang lini III distributor, distributor melaksanakan penjualan pupuk dari gudang lini III ke pengecer dan pengecer melaksanakan penjualan langsung kepada petani. Ketentuan tersebut perlu dijaga bersama sehingga dapat mencegah terjadinya harga di atas ketentuan.

Diakui Hilman, hingga saat ini masih ditemui adanya kendala dalam pencapaian HET pupuk urea. Hal itu dimungkinkan karena adanya daerah-daerah yang sulit dijangkau, sehingga biaya produksi yang dikeluarkan relatif lebih tinggi dan tidak sebanding dengan HET yang ditetapkan. "Selain itu, karena masih terdapat pelaksanaan perdagangan pupuk antarpengecer besar dan kecil yang tidak dikenal dalam SK. Menperindag No. 70 maupun 356, di samping banyaknya pengecer kecil yang mengambil keuntungan yang besar karena volume penjualannya sedikit," kata Hilman Taufik

Kendala lainnya, terjadinya perembesan pupuk ke luar wilayah yang bukan peruntukannya akibat ulah pihak tertentu. Untuk itu, PT Pupuk Kujang telah melakukan kerja sama dengan Polda Jabar untuk mencegahnya. Pihak-pihak yang melakukan pelanggaran akan dikenakan sanksi administratif dan bahkan bila dianggap sangat merugikan akan dikenakan delik tindak pidana ekonomi.

Jangan panik

Menyinggung tentang kepanikan petani di Kabupaten Indramayu dengan memborong urea di kios- kios karena kekhawatiran pada saat mereka membutuhkan pupuk tidak tersedia seperti tahun-tahun sebelumnya, Kepala Biro Komunikasi PT Pupuk Kujang, Arifin mengatakan, kepanikan tersebut semestinya tidak perlu terjadi. Pupuk urea cukup tersedia, baik dari sisi jumlah maupun penyebarannya. "Para petani tidak perlu panik karena pasti pupuk tersedia pada saat dibutuhkan nanti," tegasnya.

Dikatakannya, stok urea di gudang lini III Indramayu mencukupi untuk kebutuhan dua minggu ke depan. Hingga petani yang memerlukan pupuk bulan depan tidak perlu membeli sekarang karena pada saatnya akan dikeluarkan dari gudang-gudang sesuai kebutuhan.

Persediaan pupuk di seluruh Jawa Barat per tanggal 26 November 2004 sebanyak 101.127,84 ton terdiri atas stok PT Pupuk Kujang 56.309,84 ton dan stok PT Pupuk Sriwijaya (Pusri) 4.418 ton. Stok urea PT Pupuk Kujang tersebut tersimpan di gudang pabrik PT Pupuk Kujang, Gudang Lini III Kabupaten, dan gudang distributor yang tersebar di 15 kabupaten/kota yang menjadi tanggung jawab PT Pupuk Kujang yang meliputi Kabupaten Indramayu, Subang, Purwakarta, Karawang, Bekasi, Bogor, Sukabumi, Cianjur, Bandung, serta Depok dan Cimahi. Sedang posisi stok khusus untuk wilayah Indramayu per tanggal 27 Nopember 2004, tersedia 6.825 ton.

Sebagaimana diberitakan "PR", memasuki masa awal musim tanam, para petani di wilayah Kabupaten Indramayu telah melakukan aksi borong pupuk dari kios-kios dan toko sarana produksi pertanian (saprodi). Akibatnya, di banyak kios dan toko saprodi mengalami kelangkaan stok barang tersebut. Aksi borong pupuk dilakukan, diduga karena petani merasa trauma dari pengalaman musim tanam tahun-tahun sebelumnya.(A-96)***sumber : Pikiran Rakyat Cyber Media

Kelangkaan Pupuk Urea

--Terlalu banyak misteri yang harus dikuak dari kasus langkanya pupuk urea ini.

SEJATINYA, awal musim tanam (MT) adalah masa penuh harapan bagi para petani padi. Pada saat itulah petani mempersiapkan segala sesuatunya untuk memulai langkah dalam menekuni usaha mereka, menanam padi. Meski demikian, awal MT padi juga bukannya tanpa problem. Justru, di balik terbukanya harapan dan semangat baru, masa awal MT adalah juga saat penuh kritis bagi mereka. Yang harus disediakan petani pada menjelang MT bukan hanya semangat, harapan, modal usaha, tenaga kerja, dan benih padi. Semua itu tak akan berarti tanpa adanya dukungan sarana produksi padi (saprodi) lain, dalam bentuk ketersediaan pupuk dalam jumlah dan kualitas memadai.

Yang menjadi persoalan, justru setiap menjelang MT atau masa awal MT, petani selalu dihadapkan pada masalah klasik, kelangkaan pupuk, khususnya jenis urea, yang memang sangat dibutuhkan pada fase pertumbuhan awal (vegetatif) tanaman padi. Inilah yang terjadi dalam sebulan terakhir ini di sejumlah daerah di Jawa Barat. Para petani mengeluh karena untuk mendapatkan urea begitu sulit. Keluhan petani sangat wajar sebab jika sampai tanaman padi tidak dipupuk, alamat kegagalan usaha tani mereka bakal terjadi pada tahap awal. Sejumlah penyalur dan toko mengaku kehabisan stok karena suplai dari distributor atau penyalur juga seret. Sementara itu, jika pun ada, pasti harganya sudah jauh di atas harga eceran terendah (HET).

Jika sudah demikian, biasanya sulit mencari pahlawan untuk sekadar mengaku bahwa dirinya adalah pihak paling bertanggung jawab atas kelangkaan pupuk. Semua pihak nyaris melempar tanggung jawab, membentuk lingkaran setan yang akan sulit ditentukan pada titik mana sumber kesalahan. Bahkan, ketika persoalan sudah sampai ke tangan produsen, dalam hal ini pabrik pupuk, jawaban yang muncul pun teramat klise dan mudah untuk diduga, "kelangkaan itu kemungkinan akibat musim tanam yang serentak di beberapa daerah. Akibatnya, petani membutuhkan pupuk dalam waktu hampir bersamaan, permintaan melonjak, sedangkan produksi harian pabrik konstan dan tak bisa digenjot secara mendadak."

Jawaban seperti itu memang masuk akal dari sisi hitung-hitungan supply and demand. Namun, menjadi sebuah penjelasan yang naif jika dikaitkan dengan konteks kepentingan para petani dan dunia pertanian kita. Bukankah kelangkaan pupuk bukan baru kali ini terjadi dan tidak hanya terjadi di Jawa Barat? Kelangkaan pupuk sesungguhnya sudah menjadi semacam ritual tahunan yang senantiasa harus dilakoni para petani padi saat menjelang MT tiba.

Mengapa hilangnya berton-ton pupuk tiap tahunnya tidak pernah dicatat untuk kemudian dijadikan bahan evaluasi dan pelajaran? Kalaulah mau jujur, sebetulnya angka kebutuhan pupuk tiap daerah dan nasional gampang dihitung. Dari hasil hitungan itulah, produksi bisa direncanakan, distribusi bisa diatur dan petani bisa mendapatkan pupuk sesuai dengan harga yang berlaku.

Atas berbagai keluhan petani itu, memang ada respons positif dari pihak produsen. Saat ini, PT Pupuk Kujang Cikampek dan Perwakilan Pusri Jabar bakal memasok sekiar 96.000 ton pupuk urea guna disebarkan di sejumlah daerah di Jawa Barat. Sebagai upaya jangka pendek, langkah itu memang cukup membantu. Akan tetapi, persoalannya tidaklah sederhana. Justru dari kasus langkanya pupuk setiap menjelang MT padi, terlalu banyak misteri yang harus dikuak, khususnya menyangkut kebijakan di bidang perpupukan, migas, serta keberpihakan pemerintah dan kalangan industri kepada para petani dan sektor pertanian.

Alasannya, jika dilihat dari kapasitas, kemampuan produksi industri pupuk nasional yang mencapai 6,5 juta ton per tahun sebenarnya masih di atas angka kebutuhan pupuk nasional yang hanya mencapai 4,5 juta ton. Artinya, dari sisi kemampuan, sebenarnya tak ada masalah dalam industri pupuk kita. Dengan produksi sebanyak itu, selain kebutuhan petani dalam negeri terpenuhi, sisanya masih bisa diekspor.***sumber : Pikiran Rakyat Cyber Media

Mimba, Neem, Pestisida, pupuk, Organik, lalat buah
1 Gambar
Menyediakan bermacam-macam produk pertanian dari tanaman mimba
1. pupuk mimba (neemba cake)
2. pestisida mimba (neemba oil)
3. pembasmi lalat buah
kunjungi website kami www.indoneem.com
atau email: intaran(at)indosat.net.id
phone: 0361 735822 (cp. bpk ade sukarsa)