Sabtu, 19 Januari 2008

Kelangkaan Pupuk Urea

--Terlalu banyak misteri yang harus dikuak dari kasus langkanya pupuk urea ini.

SEJATINYA, awal musim tanam (MT) adalah masa penuh harapan bagi para petani padi. Pada saat itulah petani mempersiapkan segala sesuatunya untuk memulai langkah dalam menekuni usaha mereka, menanam padi. Meski demikian, awal MT padi juga bukannya tanpa problem. Justru, di balik terbukanya harapan dan semangat baru, masa awal MT adalah juga saat penuh kritis bagi mereka. Yang harus disediakan petani pada menjelang MT bukan hanya semangat, harapan, modal usaha, tenaga kerja, dan benih padi. Semua itu tak akan berarti tanpa adanya dukungan sarana produksi padi (saprodi) lain, dalam bentuk ketersediaan pupuk dalam jumlah dan kualitas memadai.

Yang menjadi persoalan, justru setiap menjelang MT atau masa awal MT, petani selalu dihadapkan pada masalah klasik, kelangkaan pupuk, khususnya jenis urea, yang memang sangat dibutuhkan pada fase pertumbuhan awal (vegetatif) tanaman padi. Inilah yang terjadi dalam sebulan terakhir ini di sejumlah daerah di Jawa Barat. Para petani mengeluh karena untuk mendapatkan urea begitu sulit. Keluhan petani sangat wajar sebab jika sampai tanaman padi tidak dipupuk, alamat kegagalan usaha tani mereka bakal terjadi pada tahap awal. Sejumlah penyalur dan toko mengaku kehabisan stok karena suplai dari distributor atau penyalur juga seret. Sementara itu, jika pun ada, pasti harganya sudah jauh di atas harga eceran terendah (HET).

Jika sudah demikian, biasanya sulit mencari pahlawan untuk sekadar mengaku bahwa dirinya adalah pihak paling bertanggung jawab atas kelangkaan pupuk. Semua pihak nyaris melempar tanggung jawab, membentuk lingkaran setan yang akan sulit ditentukan pada titik mana sumber kesalahan. Bahkan, ketika persoalan sudah sampai ke tangan produsen, dalam hal ini pabrik pupuk, jawaban yang muncul pun teramat klise dan mudah untuk diduga, "kelangkaan itu kemungkinan akibat musim tanam yang serentak di beberapa daerah. Akibatnya, petani membutuhkan pupuk dalam waktu hampir bersamaan, permintaan melonjak, sedangkan produksi harian pabrik konstan dan tak bisa digenjot secara mendadak."

Jawaban seperti itu memang masuk akal dari sisi hitung-hitungan supply and demand. Namun, menjadi sebuah penjelasan yang naif jika dikaitkan dengan konteks kepentingan para petani dan dunia pertanian kita. Bukankah kelangkaan pupuk bukan baru kali ini terjadi dan tidak hanya terjadi di Jawa Barat? Kelangkaan pupuk sesungguhnya sudah menjadi semacam ritual tahunan yang senantiasa harus dilakoni para petani padi saat menjelang MT tiba.

Mengapa hilangnya berton-ton pupuk tiap tahunnya tidak pernah dicatat untuk kemudian dijadikan bahan evaluasi dan pelajaran? Kalaulah mau jujur, sebetulnya angka kebutuhan pupuk tiap daerah dan nasional gampang dihitung. Dari hasil hitungan itulah, produksi bisa direncanakan, distribusi bisa diatur dan petani bisa mendapatkan pupuk sesuai dengan harga yang berlaku.

Atas berbagai keluhan petani itu, memang ada respons positif dari pihak produsen. Saat ini, PT Pupuk Kujang Cikampek dan Perwakilan Pusri Jabar bakal memasok sekiar 96.000 ton pupuk urea guna disebarkan di sejumlah daerah di Jawa Barat. Sebagai upaya jangka pendek, langkah itu memang cukup membantu. Akan tetapi, persoalannya tidaklah sederhana. Justru dari kasus langkanya pupuk setiap menjelang MT padi, terlalu banyak misteri yang harus dikuak, khususnya menyangkut kebijakan di bidang perpupukan, migas, serta keberpihakan pemerintah dan kalangan industri kepada para petani dan sektor pertanian.

Alasannya, jika dilihat dari kapasitas, kemampuan produksi industri pupuk nasional yang mencapai 6,5 juta ton per tahun sebenarnya masih di atas angka kebutuhan pupuk nasional yang hanya mencapai 4,5 juta ton. Artinya, dari sisi kemampuan, sebenarnya tak ada masalah dalam industri pupuk kita. Dengan produksi sebanyak itu, selain kebutuhan petani dalam negeri terpenuhi, sisanya masih bisa diekspor.***sumber : Pikiran Rakyat Cyber Media

Tidak ada komentar: